Sejarah Minang Kabau
Minangkabau atau lebih singkatnya Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri).
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki, serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam, sedangkan Thomas Stamford Raffles, setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur.[6]
Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis.[10] Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.
Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan 'Manang kabau' (artinya menang kerbau). Nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.
Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama tahun 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya.
Sedangkan nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" .... Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.
Asal-Asul Minang Kabau
Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak.
Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Datar. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, daerah luhak ini menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen dan oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.
Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau nan duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).
Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.
Suku - Suku di Minang Kabau
Sebagaiman suku-suku lainnya di nusantara terutama Suku Batak, Suku Mandailing, Suku Nias dan Suku Tionghoa, Suku Minang juga terdiri atas banyak marga atau klan tapi menganut sistem matrilineal, yang artinya marga tersebut diwariskan menurut ibu. Di Minangkabau marga tersebut lazim dikenal sebagai ‘suku’. Pada awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada empat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah[4]:
- Suku Koto
- Suku Piliang
- Suku Bodi
- Suku Caniago
Demikian juga untuk suku-suku awal selain suku induk, nama-nama suku tersebut tentu berasal dari bahasa sansekerta dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang disaat itu. Sedangkan perkembangan berikutnya nama-nama suku yang ada berubah pengucapannya karena perkembangan bahasa minang itu sendiri dan pengaruh dari agama Islam dan pendatang-pendatang asing yang menetap di Kerajaaan Pagaruyung.
Sekarang suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari hubungannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:
|
|
- Suku Biduanda (Dondo)
- Suku Batu Hampar (Tompar)
- Suku Paya Kumbuh (Payo Kumboh)
- Suku Mungkal
- Suku Tiga Nenek
- Suku Seri Melenggang (Somolenggang)
- Suku Seri Lemak (Solomak)
- Suku Batu Belang
- Suku Tanah Datar
- Suku Anak Acheh
- Suku Anak Melaka
- Suku Tiga Batu
Berikut keterangan tentang suku-suku tersebut:
1. Suku Koto
Suku koto merupakan satu dari dua klan induk dalam suku Minangkabau. Suku minangkanbau memiliki dua klan (suku dalam bahasa orang minang) yaitu Klan/suku Koto Piliang dan Klan/suku Bodi Chaniago
A. A. Navis dalam bukunya berjudul Alam Terkembang Jadi Guru menyatakan bahwa nama suku Koto berasal dari kata ‘koto’ yang berasal dari bahasa Sanskerta ‘kotta’ yang artinya benteng, dimana dahulu benteng ini terbuat dari bambu. di dalam benteng ini terdapat pula pemukiman beberapa warga yang kemudian menjadi sebuah ‘koto’ yang juga berarti kota, dalam bahasa Batak disebut ‘huta’ yang artinya kampung. Dahulu Suku Kotomerupakan satu kesatuan dengan Suku Piliang tapi karena perkembangan populasinya maka paduan suku ini dimekarkan menjadi dua suku yaitu suku Koto dan suku Piliang. Suku Koto dipimpin oleh Datuk Ketumanggungan yang memiliki aliran Aristokratis Militeris, dimana falsafah suku Koto Piliang ini adalah “Manitiak dari Ateh, Tabasuik dari bawah, batanggo naiak bajanjang turun†Datuk Ketumanggungan gadang dek digadangan “Besar karena diagungkan oleh orang banyak),sedangkan Datuk Perpatih Nan Sebatang “tagak samo tinggi, duduka samo randah†Suku K
Gelar Datuk Suku Koto
Diantara gelar datuk Suku Koto adalah :
- Datuk Tumangguang, gelar ini diberikan kepada Ir. Tifatul Sembiring oleh warga suku Koto Kanagarian Guguak-Tabek Sarojo, Bukittinggi
- Datuk Bandaro Kali, gelar ini pernah akan dinobatkan kepada Mentri Pariwisata Malaysia, Dr.Yatim|RaisYatim yang berdarah Minang tapi beliau menolaknya lantaran akan sulit baginya untuk terlibat dalam kegiatan suku Koto nagari Sipisang setelah beliau dinobatkan.
- Datuk Sangguno Dirajo
- Datuk Panji Alam Khalifatullah, gelar ini dinobatkan kepada Taufik Ismail karena beliau seorang tokoh berdarah Minangkabau suku Koto yang telah mempunyai prestasi di bidang seni dan kebudayaan.
- Datuk Patih Karsani
Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:
- Tanjung Koto
- Koto Piliang di nagari Kacang, Solok
- Koto Dalimo,
- Koto Diateh,
- Koto Kaciak,
- Koto Kaciak 4 Paruaik di Solok Selatan
- koto Tigo Ibu di Solok Selatan
- Koto Kampuang,
- Koto Kerambil,
- Koto Sipanjang
- koto sungai guruah di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)
- koto gantiang di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)
- koto tibalai di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)
- koto limo paruik di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)
- koto rumah tinggi di nagari Kamang Hilir (Agam)
- koto rumah gadang, di nagari Kamang Hilir (Agam)
- kotosariak, di nagari Kamang Hilir (Agam)
- koto kepoh, di nagari Kamang Hilir (Agam)
- koto tibarau, di nagari Kamang Hilir (Agam)
- koto tan kamang/koto nan batigo di nagari Kamang Hilir (Agam)
- Koto Tuo di Kenegerian Paranap, Inderagiri Hulu
- koto Baru di Kenegerian Paranap, Inderagiri Hulu
Suku Piliang adalah salah satu suku (marga) yang terdapat dalam kelompok suku Minangkabau. Suku ini merupakan salah satu suku induk yang berkerabat dengan suku Koto membentuk Adat Ketumanggungan yang juga terkenal dengan Lareh Koto Piliang.
Menurut AA Navis, kata Piliang terbentuk dari dua kata yaitu ‘Pele’ artinya ‘banyak’ dan ‘Hyang’ artinya ‘Dewa atau Tuhan’.[1] jadi Pelehyang artinya adalah banyak dewa. Ini menunjukkan bahwa di masa lampau, suku Piliang adalah suku pemuja banyak dewa, yang barangkali mirip dengan kepercayaan Hindu.
Pemekaran
Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:
- Piliang Guci (Guci Piliang di nagari Koto Gadang, Agam)
- Pili di Nagari Talang, Sungai Puar (Agam)
- Koto Piliang di nagari Kacang, Solok dan Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Riau
- Piliang Laweh (Piliang Lowe) di ([[Kuantan Singingi))
- Piliang Sani (Piliang Soni) di Kuantan Singingi, Riau dan nagari Singkarak, Solok
- Piliang Baruah
- Piliang Bongsu,
- Piliang Cocoh,
- Piliang Dalam,
- Piliang Koto,
- Piliang Koto Kaciak,
- Piliang Patar,
- Piliang Sati
- Piliang Batu Karang di nagari Singkarak, Solok
- Piliang Guguak di nagari Singkarak, Solok
- Piliang Atas (Kuantan Singingi))
- Piliang Bawah (Kuantan Singingi))
- Piliang Godang (Piliang Besar)
- Piliang Kaciak (kecil)
Suku ini banyak menyebar ke berbagai wilayah Minangkabau yaitu Tanah Datar, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Riau,Padang dan beberapa daerah lainnya.
Dari beberapa sumber, diketahui tidak terdapat suku ini di Pesisir Selatan dan Solok Selatan.
Kerabat
Di bawah payung suku Koto-Piliang, terdapat banyak suku lain yang bernaung, diantaranya adalah :
- suku Tanjung
- suku Guci
- Suku Sikumbang
- Suku Malayu
- Suku Kampai
- Suku Panai
- Suku Bendang
3. Suku Bodi
Suku Bodi adalah salah satu suku (marga) dalam kelompok etnis Minangkabau yang juga merupakan sekutu Suku CaniagoAdat Perpatih atau Lareh Bodi Caniago. Kelarasan Bodi-Caniago ini didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. membentuk
Bodi berasal dari kata Budi atau pohon Bodhi, sebuah pohon yang sering dijadikan oleh pertapa Buddhist. Konon dulu suku ini adalah penganut Buddhisme yang taat termasuk Datuk Perpatih Nan Sebatang sendiri. suku ini sudah menempati wilayah Minangkabau jauh sebelumnya datangnya agama Islam. Bahkan dapat dikatakan bahwa suku ini termasuk pendiri adat Minangkabau atau suku nenek moyang orang Minangkabau.
Suku Bodi dan suku Caniago tidak banyak melakukan pemekaran suku sebagaimana suku lainnya yaitu Suku Melayu, Suku Tanjung, Suku Koto dan lainnya. Suku ini terkenal kompak, barangkali disebabkan faktor adat Perpatih yang mereka anut.
Penghulu Adat
Diantara gelar datuk suku Bodi adalah Datuk Sinaro Nan Bandak
Pemekaran
Suku Bodi di daerah lain ada yang disebut dengan Suku Budi Caniago atau Suku Bodi Caniago, misalnya di Kenegerian Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Riau.
Persebaran
Suku ini tidak banyak tersebar di wilayah Minangkabau yang lain seperti halnya saudara dekatnya sendiri yaitu Suku Caniago, Suku Koto dan Suku Piliang. Suku ini kebanyakan terdapat di Kabupaten Tanah Datar.
4. Suku Caniago
Suku Caniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan salah satu induk suku di Minangkabau selain suku Piliang. Suku Caniago memiliki falsafah hidup demokratis, yaitu dengan menjunjung tinggi falsafah "bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan" artinya: "Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". Dengan demikian pada masyarakat suku caniago semua keputusan yang akan diambil untuk suatu kepentingan harus melalui suatu proses musyawarah untuk mufakat.
Falsafah tersebut tercermin pula pada bentuk arsitektur rumah adat bodi Caniago yang ditandai dengan tidak terdapatnya anjuang pada kedua sisi bangunan Rumah Gadang. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat kasta seseorang tidak membuat perbedaan perlakuan antara yang tinggi dengan yang rendah. Hal yang membedakan tinggi rendahnya seseorang pada masyarakat suku Caniago hanyalah dinilai dari besar tanggung jawab yang dipikul oleh orang tersebut.[rujukan?]
Salah satu falsafah lain untuk mencari kata kesepakatan dalam mengambil keputusan pada suku caniago adalah “aia mambasuik dari bumi†artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dirembukkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut.[rujukan?]
Diantara gelar datuk suku ini adalah :
- Datuk Rajo Penghulu
- Datuak Manindiang Alam
- Datuk Bandaro Sati
- Datuk Rajo Alam
- Datuk Kayo
- Datuk Paduko Jalelo
- Datuk Rajo Perak
- Datuk Paduko Amat
- Datuk SaripadoMarajo
Suku Tanjung merupakan subsuku dari Suku Minangkabau yang tergolong banyak perkembangan populasinya. Suku ini tersebar hampir di seluruh wilayah Minangkabau dan perantauannya.
Ada yang mengatakan suku ini awalnya orang-orang yang dulunya hidup sebagai nelayan di ujung-ujung daratan yang menjorok ke laut yang disebut tanjung. Jadi mereka ini sebenarnya orang pesisir atau orang laut, bukan orang pedalaman. Awalnya kehidupan mereka sangat tergantung pada laut.
Persebaran suku Tanjung
Suku Tanjung banyak menyebar nagari Batipuh (Tanah Datar), Kurai Limo Jorong (Agam), Ampek Angek (Agam), Talang Sungai Puar (Agam), Maninjau, Singkarak (Solok), Koto Gaek dan Aie Batumbuk (Solok), Air Bangis dan Talu (Pasaman), Pauh IX (Padang), Padang Pariaman, Bayang dan Tarusan (Pesisir Selatan), dan beberapa nagari lain di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan perantauan orang Minang.
Pemekaran suku Tanjung
Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:
- Tanjung Pisang (Tanjung Sipisang)
- Tanjung Simabua
- Tanjung Guci
- Tanjung Kaciak (Tanjung Ketek)
- Tanjung Sikumbang
- Tanjung Koto
- Tanjung Gadang
- Tanjung Payobada
- Tanjung Sumpadang (Tanjung Supadang)
- Tanjung Batingkah
- Panai Tanjung
Suku Tanjung termasuk ke dalam Lareh Koto Piliang. Sekutu suku Tanjung adalah:
- Suku Guci (sebagian ada yang mengatakan dekat ke Suku Melayu misalnya di Pauh,Padang)
- Suku Sikumbang
- Suku Koto
- Suku Piliang
- Suku Sipisang
Gelar datuk bagi suku Tanjung :
- Datuk Tan Dilangit
- Datuk Talangik
- Datuk Rajo Intan
- Datuk Rajo Ameh
- Datuk Rajo Indo
- Datuk Gamuak
- Datuk Rajo Bandaro Basa
- Datuk Kayo
- Prof. DR.Irwan Prayitno Psi, MSc, anggotaDPRRIperiode 2004 – 2009 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa. Pernah menjadi calon Gubernur Sumatera Barat, bersaing dengan Gamawan Fauzi
- Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh, kakek Buya Hamka
Suku Tanjung bersama Suku Malayu dan Suku Mandailiang mempunyai kemiripan nama dengan marga Tanjung, Etnis Melayu dan marga Mandailing di luar Minangkabau. Apakah ketiga suku ini mempunyai kaitan sejarah di masa lampau, ini membutuhkan penelitian lebih lanjut
Suku Guciadalah salah satu di Minangkabau yang berafiliasi dalam Lareh Koto Piliang yaitu merapat ke suku Tanjung.
Besar kemungkinan nama suku ini diambilkan dari produk warga suku ini di masa lampau yaitu produk yang terbuat dari tembikar atau tanah liat yang disebut guci. Selain itu kemungkinan kedua adalah mereka bisa jadi peniaga atau pemasok ragam guci dari daratan Tiongkok.
Persebaran Suku Guci
Suku Guci banyak tersebar di seluruh wilayah Minangkabau diantaranya di nagari Batipuh (Tanah Datar), Kurai 5 Jorong, Pandai Sikek dan Ampek Angkek (Agam), Koto Gadang dan beberapa nagari lainnya.
Sekutu suku Guci
Suku Guci di berbagai daerah bergabung dengan suku-suku yang berbeda-beda. Di daerah Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, suku Guci serumpun dengan suku Tanjung. Tapi di Pauh, Padang, suku Guci serumpun dengan Suku Melayu. Begitu pula di kecamatan Empat Koto, Agam, suku Guci disebut pula sebagai suku Guci Piliang, yang berarti suku ini telah merapat pula ke Suku Piliang, di Nagari Kuraitaji Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman & Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman, suku Guci merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari suku Piliang yang menetap di Nagari Kuraitaji karena di nagari ini tidak ada suku Piliang
Gelar Datuk Suku Guci
Diantara gelar suku Guci adalah :
- Datuk Tan Dilangit
- Datuk Bandaro Gamuak
- Datuk Rajo Gandan
- Datuk Cumano
- Datuk Bandaro Panjang
- Datuk Tumbaliak
- Datuk Maharajo
- Datuk Bandaro
- Datuk Mangkhudun atau Datuk Makhudum
- Datuk Majo Nan Sati
- Datuk Subaliak Langik
- Datuk Kuniang
- Datuk Rang Kayo Nan Gadang
- Datuk Bagindo Alat Cumano
- Datuk Bandarikan
- Datuk Tanpalawan
- Datuk Bagindo Cumano
Penghulu agamanya bergelar Imam Marajo atau Imam Maharajo. Sedangkan malinnya adalah Malin Marajo.
Tokoh
Tokoh yang tercatat berasal dari suku Guci adalah :
- Syeikh Burhanuddin, seorang ulama pertama yang menyebarkan agama Islam ke Sumatera Barat,murid Syekh Abdurrauf Singkel di Aceh.
Suku Sikumbang termasuk suku yang banyak berkembang diantara suku-suku Minangkabau. Warga suku ini menyebar di berbagai wilayah Minangkabau baik di luhak, rantau ataupun di perantauan.
Ada beberapa kata yang terkait dengan asal usul nama suku Sikumbang yaitu kata kumbang. Kumbang bisa berarti sejenis serangga, atau sebuah nama untuk hewan pemburu misalnya anjing. seekor anjing peburu dinamakan kumbang biasanya kalau anjing tersebut berbulu hitam seluruh tubuhnya. Anjing ‘kumbang’ sangat terkenal di zaman dulu di ranah Minangkabau. Bahkan Sutan Balun yang kemudian bergelar Datuk Perpatih Nan Sebatang diceritakan oleh Gus tf Sakai dalam novelnya yang berjudul Tambo Sebuah Pertemuan memiliki seekor anjing yang bernama ‘Kumbang’, yang pernah menimbulkan masalah hukum di istana Pagaruyung lantara gigitan ’si Kumbang’ terhadap seorang pengawal Istana.
Jadi besar kemungkinan dahulu suku Sikumbang adalah orang-orang yang suka berburu dengan menggunankan anjing dan anjing mereka yang terkenal adalah ’si Kumbang’ yang kemudian menjadi nama suku mereka.
Sekutu Suku Sikumbang
Suku Sikumbang bersekutu dengan suku-suku lain di Minangkabau terutama Suku Tanjung, Suku Koto, Suku Piliang dan suku lainnya.
Gelar Datuk Suku Sikumbang
Diantara gelar datuk suku ini adalah :
- Datuk Bandaro
- Datuk Basa Batuah
- Datuk Rajo Api
- Datuk Mangiang
Diantara tokoh yang berasal dari suku ini adalah :
- Taufik Kiemas, kelahiran Palembang dan merupakan suami Megawati Soekarno Putri, mantan Presiden Indonesia. Beliau diberi gelar oleh warga Suku Sikumbang di Istana Pagaruyung dengan gelar Datuk Basa Batuah
Suku Jambak adalah salah suku di Minangkabau yang bernaung di bawah Lareh Bodi Caniago.
Suku ini banyak terdapat di
Pemekaran
Di nagari Malalo, Batipuh Selatan (Tanah Datar), suku Jambak mengalami pertumbuhan populasi yang pesat yang mengakibatkan mereka harus memekarkan diri menjadi beberapa pecahan suku yaitu:
- suku Muaro Basa
- suku nyiur
- suku makaciak
- suku pauh
- suku simawang (diambil dari nama nagari tetangga)
- suku talapuang
- suku melayu (nama ini diambilkan dari nama suku melayu yang sudah ada). Sehingga bisa disebut sebagai suku melayu jambak.
- suku jambak
- suku pisang (nama suku ini juga sudah ada di daerah lain sehingga disebut saja sebagai suku pisang jambak).
- suku sapuluh
- suku baringin.
Sekutu yang paling populer dari suku Jambak adalah Suku Kutianyie. Selain itu juga berkerabat dengan Suku Bodi dan Suku Caniago
Penghulu Adat
- Datuk Nan Baruso
- Datuk Rajo Bandaro
- Datuk Rajo Basa
- Datuk Panduko
- Datuk Panduko Tuan
- Datuk Tumenggung
- Datuk Rangkayo Basa atau Datuk Rangkayo Nan Basa
- Datuk Nagari Labiah
- Datuk Pangulu Basa
- Datuk Tan Ameh
- Datuk Rajo Perak
- Datuk Rajo Mantari
- Datuk Kayo
- Is Anwar Datuk Rajo Perak, seorang pengusaha yang sukses di Jakarta, pernah menjadi anggota aktif Partai Bintang Reformasi, juga seorang anggota DPR RI Komisi X
- Prof. Deliar Nur, seorang ilmuwan yang berasal dari Desa Parak Laweh, Pakan Kamih, Tilatang Kamang-Bukittinggi.
Suku Kampai adalah sebuah suku yang terdapat dalam kelompok etnis Minangkabau.
Suku ini banyak terdapat di Solok Selatan, Solok, Pesisir Selatan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Tanah Datar dan beberapa nagari lainnya di Minangkabau baik di darek maupun rantau.
Kerabat
Suku ini berkerabat dengan Suku Panai, Suku Malayu, Suku Mandailiang dan beberpa suku lainnya.
Penghulu Adat
- Dt. Rajo Malikan Nan Gomuak
- Dt. Marajo Cindo Nan Kuniang
Suku Malayu atau Suku Melayu (Minang) adalah salah satu suku (klan) yang tergolong banyak populasinya dalam kelompok suku Minangkabau. Suku Malayu sudah semenjak lama diakui sebagai bagian dari suku bangsa Minangkabau itu sendiri. Mereka menganut adat Minangkabau yang matrilineal, mempunyai pemuka-pemuka adat atau penghulu yang disebut Datuk dan hidup bersuku-suku menurut garis ibu. Kalau mereka ditanya, mereka tentu akan menjawab bahwa mereka adalah orang Minang atau orang Padang, bukan orang Melayu di luar Minang seperti Melayu Riau, Melayu Jambi, Melayu Bengkulu, Melayu Palembang, Melayu Malaysia dan Melayu-melayu lainnya. Suku Malayu umumnya menganut adat Lareh Koto Piliang namun ada pula yang memadukan kedua sistem adat di Minangkabau yaitu Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago tergantung di nagari mana mereka tinggal.
Melayu sudah menjadi klan atau marga tersendiri di Minangkabau mengamalkan adat matrilineal. Orang sesuku tidak boleh saling mengawini kecuali di zaman sekarang sudah dibolehkan menikahi orang sesuku dengan syarat berbeda datuk dan nagari atau desa.
Tak jarang orang Minang menuliskan suku ini dengan Suku Melayuyang sebenarnya menimbulkan kerancuan dengan istilah Suku Melayu yang merupakan suku di luar suku Minangkabau. Padahal harusnya ditulis Suku Malayu mengikuti dialek Minangkabau yang tak mengenal suku kata awal mengandung huruf e atau e pepet..
Asal-usul Suku Malayu
Besar kemungkinan Suku Malayu di Minangkabau awalnya berasal dari Melayu luar wilayah Minangkabau yang datang ke wilayah Minangkabau bersamaan dengan pemindahan pemerintahan Kerajaan Malayu Darmasraya ke pedalaman Minangkabau di Pagaruyung dan menerima pengakuan sebagai orang Minang sehingga mereka bersuku sebagaimana suku-suku di Minangkabau. Dipercaya Suku Malayu dibawa dan didorong oleh Adityawarman untuk menyebar ke seluruh wilayah Minangkabau bersama suku Minang lainnya.
Pendapat lain menyatakan bahwa malah sebaliknya suku Melayu Minangkabau inilah yang merupakan nenek moyang Suku Minangkabau. Kalau dilihat dari sejarah, Minangkabau tidak pernah disebut dalam sejarah Sumatera kuno kecuali nama MoloyouMelayu. Dan memang wilayah adat Minangkabau terletak berdekatan dengan wilayah pusat Kerajaan Melayu, yaitu di hulu Batang Hari, Jambi.yang tak lain adalah
Dalam perjalanan sejarah, banyak orang Minangkabau yang merantau ke berbagai wilayah luar Minangkabau dimana sebagian wilayah itu adalah wilayah Melayu. Dan karena prinsip orang Minang “Dimana bumi dipijak disana langit dijunjungâ€, para perantau Minang ini banyak yang kemudian melebur kedalam adat suku setempat yang ditandai dengan hilangnya perhatian mereka pada asal usul suku (klan atau marga) mereka sewaktu di Minangkabau dan tak jarang orang Minang menjadi Melayu.
Suku Malayu sebagai suku Raja
Di beberapa nagari di Minangkabau, suku Malayu merupakan suku keluarga raja misalnya di Solok Selatan, Lunang dan IndropuroPesisir Selatan), Ampek Angkek (Agam), nagari Air Bangis (Pasaman) dan beberapa nagari lain. Di Solok Selatan, suku Malayu merupakan suku dari Yang Dipertuan Sultan Besar Raja Disembah atau Raja Alam. (
Di kerajaan Darmasraya, diduga kuat bahwa keluarga kerajaan juga bersuku Malayu dan tentu saja keluarga kerajaan Pagaruyung juga bersuku yang sama yaitu Suku Malayu.
Suku Malayu sebagai Suku Asal Suku Minangkabau
Dikutip dari Buku Sejarah Kebudayaan Minangkabau bahwa suku-suku yang ada dalam kelompok suku Minangkabau merupakan pemekaran dari suku Malayu. Berikut uraiannya: Suku Melayu terpecah menjadi 4 kelompok dan setiap kelompok mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku sebagai berikut:
- Melayu nan IV Paruik (Kaum Kerajaan)Â :
- Suku Malayu
- Suku Kampai
- Suku Bendang (Suku Salayan)
- Suku Lubuk Batang
- Melayu nan V Kampung (Kaum Datuk Nan Sakelap Dunia, Lareh Nan Panjang)
- Suku Kutianyie
- Suku Pitopang
- Suku Banuhampu (Suku Bariang)
- Suku Jambak
- Suku Salo
- Melayu nan VI Ninik (Kaum Datuk Perpatih Nan Sebatang, Lareh Bodi Caniago)
- Suku Bodi
- Suku Singkuang (Suku Sumpadang)
- Suku Sungai Napa (Sinapa)
- Suku Mandailiang
- Suku Caniago
- Suku Mandaliko
- Suku Balaimansiang (Suku Mansiang)
- Suku Panyalai
- Suku Sumagek
- Suku Sipanjang (Supanjang)
- Melayu Nan IX Induak (Kaum Datuk Ketumanggungan, Lareh Koto Piliang)
- Suku Koto (Andomo Koto)
- Suku Piliang
- Suku Guci (suku Dalimo)
- Suku Payobada (suku Dalimo)
- Suku Tanjung
- Suku Simabur
- Suku Sikumbang
- Suku Sipisang (Pisang)
- Suku Pagacancang
Di beberapa daerah di Minangkabau (luhak dan rantau), Suku Melayu disebut sebagai suku raja seperti di Air Bangis, Lunang, Inderapura, Sungai Pagu dan Ampek Angkek (Agam).
Di beberapa daerah, Suku Melayu juga banyak terjadi pemekaran suku menjadi beberapa pecahan misalnya Suku Melayu Gadang, Suku Melayu Panai, Suku Melayu Ganting, Suku Melayu Durian, Suku Melayu Guci dan seterusnya.
Suku Melayu menyebar hampir ke seluruh wilayah Minangkabau baik luhak (darek) maupun rantau. Di Sungai Pagu (Muara Labuh, Sangir dan sekitarnya), raja alam dipegang oleh Suku Melayu dengan gelar Yang Dipertuan Raja Disembah. Di Lunang, penduduknya juga mayoritas bersuku Melayu dengan banyak pecahannya. Di Tanah Datar dan Pasaman, suku Mandailiang juga merupakan bagian dari Suku Melayu. Begitu pula di Cupak, Solok, Suku Malayu juga dominan.
Pemekaran
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan populasi warga suku Malayu, pemekaran suku menjadi hal yang tak dapat dihindari. Telah terjadi pemekaran suku Malayu menjadi beberapa pecahan suku di berbagai nagari di Minangkabau, antara lain:
- Malayu Panai
- Malayu Gadang
- Malayu Gadang Ranatu Kataka (Lunang)
- Malayu Gadang Kumbuang (Lunang)
- Malayu Gantiang
- Malayu Ampek Niniak (Empat Nenek) (Solok Selatan}
- Malayu Ampek Paruik (Empat Perut) (Solok Selatan)
- Malayu Bariang Ampek Paruik (Solok Selatan)
- Malayu Koto Kaciak Ampek Paruik (Solok Selatan)
- Malayu Durian (Malayu Rajo)
- Malayu Kecik (Kecil) (Lunang)
- Malayu Durian Limo Ruang (Solok Selatan)
- Malayu Badarah Putiah,
- Malayu Baduak,
- Malayu Balai,
- Malayu Baruah,
- Malayu Bendang,
- Malayu Bongsu,
- Malayu Bosa,
- Malayu Bungo,
- Malayu Cikarau,
- Malayu Gandang Perak,
- Malayu Kumbuak Candi,
- Malayu Kumbuak Harum,
- Malayu Lampai,
- Malayu Lua,
- Malayu Panjang,
- Malayu Patar,
- Malayu Siat,
- Malayu Talang,
- Malayu Tobo,
- Malayu Tongah (Tangah)
Di antara suku-suku yang termasuk rumpun suku Melayu di Minangkabau adalah :
- Suku Panai
- Suku Bendang
- Suku Kampai
- Suku Mandailiang
- Datuk Kayo
- Datuk Kulilingi
- Datuk Maruhun Tinggi
- Datuk Bagindo Basa
- Datuk Basa
- Datuk Basa Batuah
- Datuk Rajo Mole
- Datuk Sari Mole
- Datuk Bandaro Hitam
- Datuk Rajo Dilie
- Datuk Topo
- Datuk Tuo
- Datuk Bagindo
- Datuk Rajo Nan Godang
Suku Bendang adalah salah satu suku (marga) yang termasuk kedalam kelompok suku Minangkabau
Secara etimologi kata ‘bendang’ berasal dari kata ‘benderang’ yang artinya terang misalnya terdapat pada idiom ’suluh bendang’ (pelita terang).
Persebaran
Suku Bendang banyak terdapat di nagari Gantung Ciri, Sibarambang, dan Lolo (Solok) dan Sungai Tarab (Tanah Datar). Selain itu suku Malayu Bendang banyak terdapat di Bayang, Pesisir Selatan.
Pemekaran Suku
Suku Bendang mengalami pemekaran menjadi beberapa suku yaitu:
- suku Bendang Ateh Bukik
- suku Bendang Rumah Baru,
- suku Bendang Salek
- suku Kampai Bendang (di Solok Selatan)
- suku Malayu Bendang (di Bayang)
Kerabat paling dekat dengan suku Bendang adalah suku Malayu, suku Panai, suku Kampai dan beberapa suku lainnya.
12. Suku Panai
Suku Panai termasuk ke dalam subetnis suku Malayu, yang merupakan sebagian dari suku bangsa Minangkabau. Suku ini juga berkerabat dengan Suku Kampai dan Suku Bendang, yang semuanya menganut adat Koto Piliang dan sebagian juga menganut campuran kedua adat Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Suku ini banyak terdapat di daerah Kabupaten Solok Selatan. Suku ini juga banyak melakukan pemekaran suku.
Nama Panai sendiri banyak terdapat di berbagai wilayah di Sumatera. Misalnya di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera UtaraKerajaan Pannai. Apakah ada hubungan antara nama suku Panai dengan semua hal itu masih perlu penelitian lebih lanjut. terdapat tiga kecamatan menggunakan nama “Panai†yaitu Kecamatan Panai Tengah, Hulu dan Hilir. “Panai†juga merupakan nama sebuah kerajaan di Sumatera Utara yaitu
Gelar Penghulu Adat Suku Panai
- Pokiah Bagindo
- Malin Sutan
Suku Pitopang adalah salah satu suku yang banyak terdapat di Luhak Limo Puluh Koto dan Riau (wilayah Kuantan, Kampar dan Rokan).
Kadang-kadang suku ini disebut Patapang, Petopang, Pitapang danPatopang. Mungkin asal katanya adalah Topang yang berarti Sanggaatau Dukung (Penopang/Penumpu).
Persebaran
Suku ini banyak menyebar di Kabupaten dan kota Lima Puluh Kota dan Riau.
Penghulu Adat
Diantara penghulu adatnya adalah:
- Dt. Sinaro Batuah
- Dt.Paduko Sedio
- Dt.Penghulu Mudo
- Dt. Mangkuto Simarajo
Suku Pitopang adalah salah satu suku yang banyak terdapat di Luhak Limo Puluh Koto dan Riau (wilayah Kuantan, Kampar dan Rokan).
Kadang-kadang suku ini disebut Patapang, Petopang, Pitapang danPatopang. Mungkin asal katanya adalah Topang yang berarti Sanggaatau Dukung (Penopang/Penumpu).
Persebaran
Suku ini banyak menyebar di Kabupaten dan kota Lima Puluh Kota dan Riau.
Penghulu Adat
Diantara penghulu adatnya adalah:
- Dt. Sinaro Batuah
- Dt.Paduko Sedio
- Dt.Penghulu Mudo
- Dt. Mangkuto Simarajo
Suku Piboda atau Payobada adalah salah satu suku (marga) dalam kelompok etnis Minangkabau, yang penyebarannya tersebar merata di tiga Luhak yang tersebut dalam tambo, yaitu Luhak Tak nan Dataatau Tanah Datar (sekarang), Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluah
Piboda jika merujuk pada Bahasa Sansekerta secara etimologis, nama suku ini terdiri dari dua kata yaitu phi dan boddha.
Persebaran
Warga suku ini banyak terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota, Silungkang Sawahlunto, Riau dan beberapa nagari lainnya.
Pemekaran
Suku juga mengalami pemekaran spt halnya suku Minang yang lain, diantaranya adalah adanya suku Tanjung Payobada di nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya, Agam.
16. Suku Panyalai
Suku Panyalai merupakan salah satu suku yang bertempat tinggal di Nagari Kuraitaji (sekarang terletak dalam 2 daerah otonom yaitu Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman).
Suku Panyalai ini mempunyai 4 paruik yaitu[1]:
- Jingkaro Penghulu : Datu Basa
- Subarang Ilia Penghulu : Datuk Penghulu Basa Pauh Penghulu
- Pauh penghulu : Datuk Majo Basa
- Subarang ulu Penghulu : Datuk Saripado Gadang/Ketek
- Suku Kutianyie
- Suku Mandailiang
- Suku Sipisang
- Suku Mandaliko
- Suku Sumagek
- Suku Dalimo
- Suku Simabua
- Suku Salo
- Suku Singkuang
- Suku Rajo Dani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar